Jika aku punya tangan,
Ingin kutampar para pemotong serat – serat tubuhku,
Ingin kugampar para penambang daging dan darahku,
Ingin kutinju wajah para penjual dan penggadaiku


Sayang seribu sayang,
Aku tak punya tangan,
Tak bisa ‘lap, tumbu dalam muka, tampeleng, pilang’ mereka.

Jika aku punya kaki,
Ingin kuberanjak sekian kilometer dari posisi tidurku,
Agar mereka yang selalu bicara manis demi dapatkan tubuhku,
Terdiam dan sadar bahwa aku tak menginginkan mereka.

Sayang seribu sayang,
Aku tak punya kaki,
Hingga masih saja ‘dapa paku’ dan ‘dapa kurung’ dalam penjara kasat mata.

Jika aku punya pinggul,
Ingin kugoyangkan dengan keras,
Menghempas tangan – tangan kotor itu,
Kala mereka menggerayangiku.

Sayang seribu sayang,
Aku tak punya pinggul,
Hingga kuku – kuku penuh kuman itu tertancap mulus; Merobek kulit.

Jika aku punya gigi,
Ingin kumakan para penjilat yang menjual keperawananku,
Ingin kumamah pedagang – pedagang tubuh dan selaput dara;
Ingin kucabik para pembual politik.

Sayang seribu sayang,
Aku tak punya gigi,
Hingga bibir dan lidahku terus dikulum mereka.

TAPI …

Aku masih punya mata,
Untuk melihat kebuasan dan kebrutalan mereka di tubuhku.

Aku masih punya jantung,
Untuk memompa darah cinta ini ke seluruh sel tubuhku yang terperkosa.

Aku masih punya hati,
Untuk menyaring racun –racun kepahitan hidup.

Aku masih punya telinga,
Untuk mendengarkan jeritan lapar bocah – bocah dusun sagu.

Aku masih punya otak,
Untuk menerjemahkan persepsi inderaku tentang penderitaan.

Aku masih punya hidung,
Untuk mengendus tubuh – tubuh penuh kuman kekerasan dan keserakahan.

Aku masih punya lidah,
Untuk mengecap nafsu, ketamakan, cinta diri sendiri, kerakusan dalam cumbuan hangat.

Dan aku …

Perempuan tanpa tangan, kaki, pinggul dan gigi ini

Masih punya S-U-A-R-A!!!

Untuk bicara, menjawab, bertanya, menjerit, memaki, menyumpah, melengking, tertawa, berteriak, menyapa, dan bilang, “Stop tipu sa suda!!!”

Karena Aku Papua



Di Copas dari : Phoniks.Palit